Minggu, 09 Juni 2013

Ansietas

KEPERAWATAN JIWA
ANSIETAS
 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Kecemasan atau ansieti merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkaitan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu,biasanya dengan objek ancaman yang begitu tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas nilai ancaman yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi,tetapi apabila intensitasnya begitu kuat dan bersifat negatif justru akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan.
Kecemasan dapat dialami oleh siapapun dan dimanapun serta kapanpun tergantung dari faktor pencetus dari kecemasan tersebut. Fakta membuktikan bahwa diseluruh lapisan dunia kecemasan paling banyak terjadi setiap harinya.hal ini disebabkan semakin kongkretnya masalah yang terjadi saat ini.
Dinegara maju,gangguan jiwa berupa ansietas atau kecemasan menempati posisi pertama dibandingkan dengan kasus lain.oleh karena itu sebagai seorang perawat,kita harus benar-benar kritis dalam menghadapi kasus kecemasan yang terjadi

1.2    Tujuan
1.2.1    Tujuan umum
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Jiwa
1.2.2    Tujuan khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah agar:
a.    Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi dari ansietas
b.    Mahasiswa mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari ansietas
c.    Mahasiswa mengetahui dan memahami faktor presidposisi serta presipitasi dari ansietas
BAB II
TINJAUAN TEORI ANSIETAS

2.1.    Definisi
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Corner, 1992). Ansietas merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu.

2.2.    Manifestasi Klinis
Gambaran klinis bervariasi, namun dapat berkembang menjadi gejala-gejala panik, histeria, fobia, somatisasi, hipokondriasis, dan obsesif kompulsif. Diagnosis gangguan ansietas ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah, takut mati, takut menjadi gila, yang mana perasaan-perasaan tersebut mempengaruhi hampir diseluruh aspek kehidupannya, sehingga fungsi pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu dijumpai pula keluhan atau gejala-gejala fisik atau fisiologis tubuh

2.3.    Tingkat Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
a.    Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
b.    Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
c.    Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress.
   
d.    Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.

2.4.    Rentang Respon Ansietas


2.5.    Faktor Predispodi
a.    Teori Psikoanalisa: ansietas merupakan konflik elemen kepribadian id dan super ego (dorongan insting dan hati nurani). Ansietas mengingatkan ego akan adanya bahaya yang perlu diatasi.
b.    Teori interpersonal: ansietas terjadi karena ketakutan penilakn dalam hubungan interpersonal. Dihubungkan dengan trauma masa pertumbuhan (kehilangan, perpisahan) yang menyebabkan ketidakberdayaan. Individu yang mengalami harga diri rendah mudah mengalami ansietas.
c.    Teori perilaku; ansitas timbul sebagai akibat frustasi yang disebabkan oleh sesuatu yang menggaggu pencapaian tujuan. Merupakan dorongan yang dipelajari untuk menghindari rasa nyeri atau rasa sakit. Ansietas meningkat jika ada konflik.
d.    Kondisi keluarga: ansietas dapat timbul secara nyata dalam keluarga. Aa overlaps ganguan ansietas dan depresi.
e.    Keadaan biologis: dapat dipengaruhi ansietas. Ansietas dapat memperburuk penyakit (hipertensi, jantung, peptic ulcers). Kelelahan mengakibatkan individu mudah terangsang dan merasa ansietas.

2.6.    Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005).
a.    Ancaman integritas fisik
Merupakan ketidakmampuan fisiologis dan menurunnya kemampuan melaksanakan ADL.
b.    Ancaman terhadap sistem diri
Mengancam identitas, harga diri, integrasi sosial. Misal: phk, kesulitan peran baru.
c.    Gabungan:
Penyebab timbulnya ansietas merupakan gabungan dari genetik, perkembangan, stresor fisik, stresor psikososial.

2.7.    Terapi
Terapi pada ansietas pada umumnya dapat dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan diagnosis dini. Psikoterapi sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks hubungan pasien dan dokter yang baik, sehingga dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu.
a.    Terapi Psikologis
Penyuluhan psikiatrik atau psikologis dan manipulasi lingkungan tidak jarang pula dibutuhkan. Biasanya terapi-terapi psikologis pada ansietas tersebut merupakan bagian dari manajemen untuk mengatasi kebanyakan kondisi medis. Namun untuk melakukan psikoterapi semacam itu tidak selalu mungkin dapat dilakukan, khususnya yang ada dalam rumah sakit. Jangkauan dari ketersediaan pelayanan seringkali terbatas, dan tidak semua pasien siap untuk menyetujui sebuah skenario tertentu.
Terapi pada ansietas tidak harus dilakukan oleh seorang psikiatri, namun seharusnya dapat diterapkan oleh semua dokter yang berkompeten, sehingga keterbatasan pelayanan dapat diatasi(House cit Stark, 2002). Memberikan informasi selalu menjadi langkah awal dalam menolong pasien ansietas, yang mana informasi yang diberikan harus sesuai dengan kadarnya dan selalu memberikan harapan yang besar bagi setiap individu untuk sembuh. Kebanyakan pasien menginginkan sebuah kejelasan dan informasi mengenai kondisi yang sedang ia alami, dengan melakukan tindakan tadi, menunjukkan kepada pasien bahwa mereka benar-benar diperdulikan dan dirawat.
Komunikasi yang efektif adalah esensial dalam pemberian informasi, dokter-dokter terlatih dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan terbuka dari pasien, mampu memahami kondisi psikis, dan kemampuan memberikan nasehat-nasehat yang baik sangat dibutuhkan, sehingga akan tercipta komunikasi yang efektif. Yang mana akan mampu membantu pasien dalam mengurangi beban psikisnya(House cit Stark, 2002)
b.    Terapi Religi
Terapi ini sering digolongkan sebagai sebuah terapi psikis, namun sayangnya tidak semua dokter berkompeten mampu melakukannya, dan terapi ini biasanya hanya dapat dilakukan oleh seorang yang memang ahli dalam bidang spiritual. Terapi religi biasanya membantu pasien untuk lebih tenang dan memberi waktu pasien untuk memahami dirinya sendiri, sehingga menciptakan sebuah kesadaran dalam diri sendiri. Hal ini cenderung lebih efektif karena kesadaran tersebut muncul dari diri sang pasien sendiri.
Terapi ini dilakukan melalui sharing kepada ahli religi yang dipercaya oleh penderita, dan kemudian ahli religi tersebut memberi nasehat-nasehat untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, namun tak jarang juga terapi semacam ini dilakukan secara invidual tanpa seorang agamawan yang membimbing. Terapi semacam ini terkadang pada akhirnya juga membentuk sebuah karakteristik atau watak yang baru dari penderita.
c.    Terapi farmakologi
Beberapa jenis obat-obatan biasanya dapat digunakan untuk mengatasi dan mengurangi ansietas, dan masing-masing obat memiliki keuntungan dan kekurangan masing-masing. Penggunaan suatu zat dalam jangka waktu yang lama pun tidak akan membuahkan hasil yang baik untuk kesehatan fisik sang pasien sendiri. Obat-obatan yang paling sering digunakan dalam mengatasi ansietas adalah benzodiazepine(BDPs) (Fracchione, 2004). Adapun beberapa jenis obat yang lazim digunakan adalah :
    Diazepam
    Lorazepam
    Alprazolam
    Propanolol
    Amitriptilin

Penghentian suatu konsumsi zat tertentu juga dapat membantu mengurangi ansietas, biasanya penggunaan beberapa zat yang mengandung analgesik dan alkohol yang mana telah disinggung diatas tadi, bahwa konsumsi zat-zat tersebut sebenarnya merupakan sebuah pelarian dari gejala-gejala ansietas namun pada akhirnya pada situasi tertentu, penghentian zat-zat tersebut malah menjadi bagian yang penting untuk program manajemen ansietas. Karena ketergantungan terhadap zat-zat tersebut dapat memicu timbulnya ansietas yang lebih, meskipun pada awal penggunaannya terasa membantu meringankan gejala-gejala ansietas penderita

BAB III
RESUME KASUS


BAB IV
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Kecemasan atau ansietas adalah reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subjektif,yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya.
Kecemasan atau ansietas adalah istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir,gelisah yang tidak menentu,takut,tidak tenteram,kadang-kadang disertai berbagai keluhan fisik.
Beberapa teori membagi ansietas menjadi empat tingkat :
a.    Ansietas ringan
b.    Ansietas sedang
c.    Ansietas berat
d.    Panik
Rentang respon ansietas atau kecemasan berfluktuasi antara respon adaptif dan maladptif


DAFTAR PUSTAKA

    Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
    Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Aesculapius
    Stuart, G.W., dan Sundden, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta: EGC
    Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
    Videbeck, S.J. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
    Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandug: PT Refika Aditama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar