Minggu, 09 Juni 2013

Kehilangan dan Berduka

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
KEHILANGAN DAN BERDUKA

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
2. Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1.     Tujuan umum
1.     Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.
2.     Mengetahui  asuhan keperawatan pada kehilangan dan berduka disfungsional
1.     Tujuan khusus
1.     Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
2.     Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
3.     Mengetahui bagaimana strategi pelaksanaan dari kehilangan dan berduka.


BAB II
LANDASAN TEORI
A.KONSEP TEORI
1.Pengertian
a.Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
b. Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipeini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2.Tanda dan gejala kehilangan
a.     Ungkapan kehilangan
b.     Menangis
c.      Gangguan tidur
d.     Kehilangan nafsu makan
e.      Sulit berkonsentrasi
f.       Karakteristik berduka yang berkepanjangan,yaitu:
•        Mengingkari kenyataan kehilngan terjadi dalam waktu yang lama
•        Sedih berkepanjangan
•        Adanya gejala fisik yang berat
•        Keinginan untuk bunuh diri



3. Faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan:
a.     Arti dari kehilangan
b.     Sosial dan budaya
c.      Kepercayaan spritual
d.     Peran seks
e.      Status sosial ekonomi
f.       Kondisi fisik dan psikologi individu
4. Tipe kehilangan
Kehilangan dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1.     Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,misalnya amputasi kematian orang yang sangat berarti/di cintai.
2.     Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.

5. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1.     Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
2.     Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3.     Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4.     Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5.     Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
6.Fase-fase kehilangan dan berduka
          Fase berduka menurut kubler  rose :
1.     Fase penyangkalan(Denial)
Fase ini merupakan reaksi pertama individu terhadap kehilangan atau individu tidak percaya.menolak atau tidak menerima kehilangan yang terjadi.pernyataan yang sering diucapkan adalah “ itu tidak mungkin” atau “ saya tidak percaya” .seseorang yang mengalami kehilangan karena kematian orang yang berarti baginya,tetap merasa bahwa orang tersebut masih hidup.dia mungkin mengalami halusinasi,melihat orang yang meninggal tersebut berada di tempat yang biasa digunakan atau mendengar suaranya. Perubahan fisik: letih, pucat, mual ,diare ,gangguan pernafasan , lemah ,detak jantung cepat, menangis, gelisah .
2.     Fase marah (anger)
          Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan individu menunjukkan perasaan marah pada diri sendiri atau kepada orang yang berada dilingkungan nya.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini antara lain,muka merah,nadi cepat,susah tidur,tangan mengepal,mau memukul,agresif. Fase tawar menawar (bergaining)
Individu yang telah mampu mengekspresikan rasa marah akan kehilangan nya ,maka orang tersebut akan maju ketahap tawar menawar dengan memohon kemuraha TUHAN,individu ingin menunda kehilangan dengan berkata”seandainya saya hati-hati” atau “kalau saja kejadian ini bisa ditunda. Maka saya akan sering berdoa”.
3.     Fase depresi
        Individu berada dalam suasana berkabung,karena kehilangan merupakan keadaan yang nyata, individu sering menunjukkan sikap menarik diri,tidak mau berbicara atau putus asa dan mungkin sering menangis.

4.     Fase penerimaan (acceptance)
    Pada fase ini individu menerima kenyataan kehilangan,misalnya : ya,akhirnya saya harus di operasi, apa yang harus saya lakukan agar saya cepat sembuh,tanggung jawab mulai timbul dan usaha untuk pemulihan dapat lebih optimal.secara bertahap perhatiannya beralih pada objek yang baru,dan pikiran yang selalu terpusat pada objek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.jadi, individu yang masuk pada fase penerimaan atau damai, maka ia dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangan nya secara tuntas.
Fase kehilangan menurut Engel:
1.     Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat berupa pingsan, diare, keringat berlebih.
2.     Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah, frustasi dan depresi.
3.     Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke berkembangnya keasadaran
Fase berduka menurut Rando
1.     Penghindaran
pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan
2.     Konfrontasi
pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3.      Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar hidup dengan kehidupan mereka.
4.     Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
Perbandingan 4 teori tentang berduka:
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
ENGEL (1964)    KUBLER-ROSS (1969)    MARTOCCHIO (1985)    RANDO (1991)
Shock dan tidak percaya    Menyangkal    Shock and disbelief    Penghindaran
Berkembangnya  kesadaran    Marah    Yearning and protest   
Restitusi    Tawar-menawar    Anguish, disorganization and despair    Konfrontasi
Idealization    Depresi    Identification in bereavement   
Reorganization / the out come    Penerimaan    Reorganization and restitution    Akomodasi




















B.LAPORAN PENDAHULUAN

A.Masalah utama                :  Duka cita
B.proses terjadinya masalah        :
1.     Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan,1985,h.35).
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki (ermawati,2009)
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.

2.     Tanda dan gejala
g.     Ungkapan kehilangan
h.     Menangis
i.       Gangguan tidur
j.       Kehilangan nafsu makan
k.     Sulit berkonsentrasi
l.       Karakteristik berduka yang berkepanjangan,yaitu:
1.     Mengingkari kenyataan kehilngan terjadi dalam waktu yang lama
2.     Sedih berkepanjangan
3.     Adanya gejala fisik yang berat
4.     Keinginan untuk bunuh diri

3.     Rentang respon



Adaptif                                 Maladaptif
   
Penyangkalan         marah         tawar-menawar        depresi        penerimaan

1.     Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2.     Fase anger/marah
a.mulai sadar akan kenyataan
b. marah diproyeksikan pada orang lain
c..reaksi fisik : muka merah,nadi cepat, gelisah,susah tidur,tangan mengepal.
d.perilaku agresif
3.     fase bergaining/tawar menawar
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
4.     Fase depresi
a.Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5.     Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “

4.Faktor Predisposisi
Faktor prdisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
1.     Genetic
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi proses kehilangan.
2.     Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
3.     Kesehatan Mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
4.     Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991)



5.     Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.

5.Faktor Presipitasi
Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat, kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya.

6.Sumber koping
    Pasien yang mengalami kehilangan dan berduka  akan mengalami  tahap penolakkan,marah,tawar-menawar,depresi,dan penerimaan. keluarga yaitu orang tua atau kerabat dekat pasien,teman dekat,serta perawat berperan dalam memberikan kenyamanan dan pengertian pada pasien.

7.mekanisme koping









C.Pohon masalah
           
                Gangguan konsep diri
                                   
                        berduka

  kehilangan

D.Masalah keperawatan yang mungkin timbul
1.     Berduka disfungsional
2.     Kehilangan
3.     Gangguan konsep diri
E.Data yang dikaji
1.     Data objektif
a.     Klien tampak sedih dan menangis
b.     Klien tampak putus asa dan kesepian
c.      Adanya perubahan dalam kebiasaan makan,pola tidur,tingkat aktivitas.
d.     Reaksi emosional klien tampak melambat
e.      Klien tampak marah berlebihan
2.     Data subjektif
a.     Mengingkari kehilangan
b.     Kesulitan mengekspresikan perasaan
c.      Konsentrasi menurun
d.     Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
e.      Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
f.       Reaksi emosional yang lambat


f.Diagnosa keperawatan
    Diagnosa yang mungkin timbul pada klien yang mengalami kehilangan antara lain:
•        Duka cita

3.Rencana keperawatan
a.     Tujuan
Tujuan umum:
Pasien berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan khusus:
1.     Mampu mengungkapkan perasaan berduka
2.     Menjelaskan makna kehilangan
3.     Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal
4.     Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
5.     Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
6.     Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi
7.     Klien dapat mengurangi rasa bersalah nya
8.     Klien dapat menghindari tindakan yang dapat merusak diri
9.     Klien dapat menerima kehilangan
10.                        Klien dapat bersosialisasi lagi dengan keluarga atau orang lain










b.     Rencana Tindakan keperawatan
TAHAP    TINDAKAN KEPERAWATAN

Mengingkari    •        Jelaskan proses berduka
•        Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
•        Mendengarkan dengan penuh perhatian
•        Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
•        Jangan bantah pengingkaran pasien,tetapi sampaikan fakta
•        Teknik komunikasi diam dan sentuhan
•        Perhatikan kebutuhan dasar pasien

Marah     •        Dorong dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan
•        Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang normal karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan
•        Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
•        Hindari menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada perawat
•        Tangani kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya.

Tawar-menawar    •        Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan rasa takutnya
•        Dengarkan dengan penuh perhatian
•        Ajak pasien bicara untuk mengurangi rasa bersalah dan ketakutan yang tidak rasional
•        Berikan dukungan spritual
Depresi    •        Identifikasi tingkat depresi dan bantu mengurangi rasa bersalah
•        Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan kesedihannya
•        Beri  dukungan non verbal dengan cara duduk disamping pasien dan memegang tangan pasien
•        Hargai perasaan pasien
•        Bersama pasien bahas pikiran negatif yang sering timbul
•        Latih pasien dalam mengidentifikasi hal positif yang masih dimiliki


Penerimaan    •        Sediakan waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur
•        Bantu klien untuk berbagi rasa ,karena biasaanya tiap anggota tidak berada ditahap yang sama pada saat yang bersamaan.
•        Bantu pasien dalam mengidentifikasi rencana  kegiatan yang akan dilakukan setelah masa berkabung telah dilalui.
•        Jika keluarga mengikuti proses pemakaman,hal yang dapat dilakukan adalah ziarah (menerima kenyataan),melihat foto-foto proses pemakaman

C.STRATEGI PELAKSANAAN

Masalah utama    : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke    : 1
(respon mengingkari terhadap kematian anak)
a.proses keperawatan
1.Kondisi        :  klien tampak menangis terus dan tampak lemah
2.Diagnosa        :  Duka cita
3.TUK         :
1.     Klien dapat membina hubungan saling percaya
2.     Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka

4.Tindakan keperawatan :
a.     Bina hubungan saling percaya
b.     Jelaskan proses berduka
c.      Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
d.     Mendengarkan dengan penuh perhatian
e.      Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
f.       Teknik komunikasi diam dan sentuhan
g.     Perhatikan kebutuhan dasar pasien

c.      Strategi pelaksanaan
1.     Fase pra interaksi
Perawat melihat data-data pasien meliputi identitas pasien , alamat , pekerjaan , pendidikan , agama , suku bangsa ,riwayat kesehatan (RKS,RKD.RKK).Perawat telah siap melakukan tugas nya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2.     Fase orientasi
”selamat pagi, bu ani. Saya perawat roma.bagaimana perasaan ibu sekarang? Saya akan menemani ibu sampai kemakam sampai prosesi pemakaman nya selesai ya bu.”
3.     Fase kerja
“apakah ibu mau menyampaikan sesuatu? Baiklah ibu saya paham dengan perasaan ibu saat ini,ibu sedih dan kita semua disini juga sedih, tapi semua itu sudah kehendak dari yang kuasa, kita sebagai manusia hanya bisa berserah diri dan menerima semua ini, ibu mau minum? Saya ambilkan... ya. Bagaimana dengan makan?coba sedikit ya bu,agar ibu tidak lemas,”apakah ibu mau kemakam? Baiklah akan saya temani ya bu...
4.     Fase terminasi
“setelah kembali dari makam ,bagaimana perasaan ibu? Ibu masih tampak tampak sedih .saya akan pulang dulu ya bu. Usahakan ibu makan,minum,dan istirahat ya.nanti,dua hari lagi saya akan datang kesini lagi ya bu,dijam yang sama.kita.baiklah bu,sampai jumpa.”












Masalah utama    : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke    :  2
(respon marah terhadap kematian anak)
a.proses keperawatan
1.Kondisi        :  klien masih tampak sedih dan menyendiri
2.Diagnosa        :  Duka cita
3.TUK         :
3.     Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal
4.     Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
4.Tindakan keperawatan
a.     Dorong dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan
b.     Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang normal karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan
c.      Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
d.     Hindari menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada perawat
e.      Tangani kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya.
b.strategi pelaksanaan
1.     Fase pra interaksi
Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2.     Fase orientasi
“selamat pagi bu,masih ingat dengan saya? Saya perawat roma.yang kemarin kesini bu,tampak nya ibu sedang kesal?ibu bisa ceritakan kenapa ibu tampak kesal,saya akan menemani ibu selama 20 menit ya.kita ngobrol-ngobrol disini aja bu? Dihalaman depan ? Oww..baiklah kalau begitu.”

3.     Fase kerja
“Apa yang membuat ibu kesal?apa yang ibu rasakan saat kesal dan apa yang telah ibu lakukan untuk mengatasi kekesalan ibu?baiklah bu.saya mengerti,ada beberapa cara untuk meredakan kekesalan ibu,yaitu tarik nafas dalam,istigfar,berwudhu ,shalat ,dan bercakap- cakap dengan anggota keluarga ibu yang lain.
ibu punya hobi olah raga atau hobi yang lain nya? Oya...kalau begitu ibu bisa melakukan hobi ibu untuk dapat mengatasi kekesalan ibu.”
4.     Fase terminasi
“nah,kalau masih muncul rasa kesal ,coba lakukan cara yang kita bahas tadi ya bu? mau coba cara yang mana ? mau dijadwalkan ?baiklah,dua hari lagi kita bertemu lagi ya bu disini?
membahas tentang perasaan ibu lebih lanjut,bagaimana ibu? baiklah kalau begitu saya mohon pamit dulu ya bu,sampai jumpa.”















Masalah utama    : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke    : 3
(respon tawar menawar terhadap kematian anak)
a.proses keperawatan
1.Kondisi        :  klien tampak merasa bersalah,
2.Diagnosa        :  Duka cita
3.TUK         :
5.     Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
4.tindakan keperawatan
a.     Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan rasa takutnya
b.     Dengarkan dengan penuh perhatian
c.      Ajak pasien bicara untuk mengurangi rasa bersalah dan ketakutan yang tidak rasional
d.     Berikan dukungan spritual
b.strategi pelaksanaan
1. fase pra interaksi
        Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2. fase orientasi
        ”selamat siang bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah ibu sudah melakukan cara yang saya ajarkan untuk mengurangi perasaan kesal ibu?
Dapatkah kita erbicara tentang perasaan ibu sekarang ? kita bicara 20 menit saja.dimana kita bicara bu? Diruang ini saja? Heem..baiklah bu.”
3.fase kerja
        “saya dapat memahami perasaan ibu,silahkan bercerita tentang perasaan ibu.tidak ada yang dapat kita salahkan ,bu.saya mengerti,sulit bagi ibu untuk menerima kehilangan ini.bagus, ibu mulai menyadari perasaan yang sudah diungkapkan karena semua ini adalah kehendak Allah .apabila perasaan bersalah dan takut itu muncul kembali ibu berzikir ,shalat,atau melakukan kegiatan ibadah yang lain.bagaimana,bu? Apakah ibu akan coba lakukan?”
4.fase terminasi
        Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang ? iya,bu.ibu terus berdoa ya.ibu dapat bercerita dengan anggota keluarga ibu.bagus, ibu sudah dapat mengungkapkan nya.nanti bapak dapat berzikir dan istigfar setiap saat dan saat rasa bersalah itu munculkembali.ibu,dua hari lagi saya akan.kita akan bicara tentang perasaan ibu.saya pamit dulu ya, bu.sampai jumpa.”




















Masalah utama    : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke    : 4
(respon depresi terhadap kematian anak)
a.proses keperawatan
1.Kondisi        :  klien tampak sedih berkepanjangan,
2.Diagnosa        :  Duka cita
3.TUK         :
6.     Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi
7.     Klien dapat mengurangi rasa bersalah nya
8.     Klien dapat menghindari tindakan yang dapat merusak diri
4.Tindakan keperawatan
a.     Identifikasi tingkat depresi dan bantu mengurangi rasa bersalah
b.     Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan kesedihannya
c.      Beri  dukungan non verbal dengan cara duduk disamping pasien dan memegang tangan pasien
d.     Hargai perasaan pasien
e.      Bersama pasien bahas pikiran negatif yang sering timbul
f.       Latih pasien dalam mengidentifikasi hal positif yang masih dimiliki
b.strategi pelaksanaan
    1. fase pra interaksi
        Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2.fase orientasi
    Selamat siang bu .bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah ada yang ingin ibu ceritakan pada saya? Hari ini kita berbicara tentang kegiatan positif yang dapat ibu ani lakukan. Berapa lama kita bicara,bu? Baiklah,20 menit ya bu.dimana kita bicara ? disini ? baiklah bu.”


3.fase kerja
    “baiklah bu,saya akan duduk disebelah ibu dan menemani ibu.saya siap mendengarkan apabila apabila ada yang ingin disampaikan.ibu boleh menangis,akan ada perasaan lega.ibu,saya akan merasakan apa yang sedang ibu rasakan.ibu dapat menggunakan kesempatan yang ada dengan bercakap-cakapdengan anggota keluarga ibu seperti anak ibu yang dua lagi, atau suami ibu.”(mulai membawa kerealitas aspek positif.)
”ibu dapat berbicara dengan tetangga yang punya pengalaman yang sama seperti ibu.sekarang,bagaimana kalau kita berdiskusi tentang kegiatan positif yang ibu lakukan? Mulai dari yang biasa ibu lakukan dirumah maupun kegiatan lain diluar rumah.bagaimana kalau kita buat daftar kegiatan yang dapat ibu lakukan? Wow..bayak sekali kegiatan yang dapat ibu lakukan .”
    4.fase terminasi
“ibu,bagaimana perasaan ibu setelah kita bicara? Iya,benar,masih banyak yang dapat ibu lakukan.ibu dapat melakukan kegiatan yang tadi sudah kita bahas.saya percaya ibu bisa.saya pamit ya, bu.dua hari lagi saya akan datang untuk membicarakan tentang perasaan ibu.kira-kira jm berapa saya boleh datang? Baiklah, pak.sampai jumpa.”











Masalah utama    : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke    : 5
(respon penerimaan terhadap kematian anak)
a.proses keperawatan
1.Kondisi        :  klien tampak sedih berkepanjangan,
2.Diagnosa        :  Duka cita
3.TUK         :
9.     Klien dapat menerima kehilangan
10.                        Klien dapat bersosialisasi lagi dengan keluarga atau orang lain
4.tindakan keperawatan
a.     Sediakan waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur
b.     Bantu klien untuk berbagi rasa ,karena biasaanya tiap anggota tidak berada ditahap yang sama pada saat yang bersamaan.
c.      Bantu pasien dalam mengidentifikasi rencana  kegiatan yang akan dilakukan setelah masa berkabung telah dilalui.
d.     Jika keluarga mengikuti proses pemakaman,hal yang dapat dilakukan adalah ziarah (menerima kenyataan),melihat foto-foto proses pemakaman

b.strategi pelaksanaan
    1. fase pra interaksi
Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.
    2.fase orientasi
“selamat sore ibu.bagaimana perasaan ibu hari ini?seperti janji saya dua hari yang lalu, sekarang saya datang untuk berbicara tentang perasaan ibu.bagaimana kalau kita bicara disini? 30 menit saja ,setuju bu?baiklah bu.”

    3.fase kerja
“ibu tampak agak ceria dan sangat berbeda dengan 2 hari yang lalu.saya dengar ibu sudah banyak melakukan aktifitas.bagus ,kegiatan apa lagi yang sudah ibu rencanakan untuk mengisi waktu?saya percaya ibu dapat kembali semangat dalam mengisi kehidupan ini.kapan ibu akan berziarah kemakam anak ibu? Ibu sudah melihat foto-foto proses pemakaman anak ibu? Ya, ibu tampak sudah semangat lagi.”
    4.fase terminasi
“ibu,tidak terasa kita sudah lama berbicara.bagaimana perasaan ibu?syukurlah,ibu jangan lupa dengan jadwal aktivitas dan waktu untuk berziarah kemakam anak ibu.saya pamit ya ,bu.sampai jumpa.



 


BAB III
PENUTUP
1.    Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
















DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Dalami, ermawati,dkk.2009.Asuhan keperawatan jiwa dengan masalah psikososial.jakarta.trans info media
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.



Ansietas

KEPERAWATAN JIWA
ANSIETAS
 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Kecemasan atau ansieti merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkaitan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu,biasanya dengan objek ancaman yang begitu tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas nilai ancaman yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi,tetapi apabila intensitasnya begitu kuat dan bersifat negatif justru akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan.
Kecemasan dapat dialami oleh siapapun dan dimanapun serta kapanpun tergantung dari faktor pencetus dari kecemasan tersebut. Fakta membuktikan bahwa diseluruh lapisan dunia kecemasan paling banyak terjadi setiap harinya.hal ini disebabkan semakin kongkretnya masalah yang terjadi saat ini.
Dinegara maju,gangguan jiwa berupa ansietas atau kecemasan menempati posisi pertama dibandingkan dengan kasus lain.oleh karena itu sebagai seorang perawat,kita harus benar-benar kritis dalam menghadapi kasus kecemasan yang terjadi

1.2    Tujuan
1.2.1    Tujuan umum
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Jiwa
1.2.2    Tujuan khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah agar:
a.    Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi dari ansietas
b.    Mahasiswa mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari ansietas
c.    Mahasiswa mengetahui dan memahami faktor presidposisi serta presipitasi dari ansietas
BAB II
TINJAUAN TEORI ANSIETAS

2.1.    Definisi
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Corner, 1992). Ansietas merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu.

2.2.    Manifestasi Klinis
Gambaran klinis bervariasi, namun dapat berkembang menjadi gejala-gejala panik, histeria, fobia, somatisasi, hipokondriasis, dan obsesif kompulsif. Diagnosis gangguan ansietas ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah, takut mati, takut menjadi gila, yang mana perasaan-perasaan tersebut mempengaruhi hampir diseluruh aspek kehidupannya, sehingga fungsi pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu dijumpai pula keluhan atau gejala-gejala fisik atau fisiologis tubuh

2.3.    Tingkat Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
a.    Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
b.    Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
c.    Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress.
   
d.    Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.

2.4.    Rentang Respon Ansietas


2.5.    Faktor Predispodi
a.    Teori Psikoanalisa: ansietas merupakan konflik elemen kepribadian id dan super ego (dorongan insting dan hati nurani). Ansietas mengingatkan ego akan adanya bahaya yang perlu diatasi.
b.    Teori interpersonal: ansietas terjadi karena ketakutan penilakn dalam hubungan interpersonal. Dihubungkan dengan trauma masa pertumbuhan (kehilangan, perpisahan) yang menyebabkan ketidakberdayaan. Individu yang mengalami harga diri rendah mudah mengalami ansietas.
c.    Teori perilaku; ansitas timbul sebagai akibat frustasi yang disebabkan oleh sesuatu yang menggaggu pencapaian tujuan. Merupakan dorongan yang dipelajari untuk menghindari rasa nyeri atau rasa sakit. Ansietas meningkat jika ada konflik.
d.    Kondisi keluarga: ansietas dapat timbul secara nyata dalam keluarga. Aa overlaps ganguan ansietas dan depresi.
e.    Keadaan biologis: dapat dipengaruhi ansietas. Ansietas dapat memperburuk penyakit (hipertensi, jantung, peptic ulcers). Kelelahan mengakibatkan individu mudah terangsang dan merasa ansietas.

2.6.    Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005).
a.    Ancaman integritas fisik
Merupakan ketidakmampuan fisiologis dan menurunnya kemampuan melaksanakan ADL.
b.    Ancaman terhadap sistem diri
Mengancam identitas, harga diri, integrasi sosial. Misal: phk, kesulitan peran baru.
c.    Gabungan:
Penyebab timbulnya ansietas merupakan gabungan dari genetik, perkembangan, stresor fisik, stresor psikososial.

2.7.    Terapi
Terapi pada ansietas pada umumnya dapat dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan diagnosis dini. Psikoterapi sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks hubungan pasien dan dokter yang baik, sehingga dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu.
a.    Terapi Psikologis
Penyuluhan psikiatrik atau psikologis dan manipulasi lingkungan tidak jarang pula dibutuhkan. Biasanya terapi-terapi psikologis pada ansietas tersebut merupakan bagian dari manajemen untuk mengatasi kebanyakan kondisi medis. Namun untuk melakukan psikoterapi semacam itu tidak selalu mungkin dapat dilakukan, khususnya yang ada dalam rumah sakit. Jangkauan dari ketersediaan pelayanan seringkali terbatas, dan tidak semua pasien siap untuk menyetujui sebuah skenario tertentu.
Terapi pada ansietas tidak harus dilakukan oleh seorang psikiatri, namun seharusnya dapat diterapkan oleh semua dokter yang berkompeten, sehingga keterbatasan pelayanan dapat diatasi(House cit Stark, 2002). Memberikan informasi selalu menjadi langkah awal dalam menolong pasien ansietas, yang mana informasi yang diberikan harus sesuai dengan kadarnya dan selalu memberikan harapan yang besar bagi setiap individu untuk sembuh. Kebanyakan pasien menginginkan sebuah kejelasan dan informasi mengenai kondisi yang sedang ia alami, dengan melakukan tindakan tadi, menunjukkan kepada pasien bahwa mereka benar-benar diperdulikan dan dirawat.
Komunikasi yang efektif adalah esensial dalam pemberian informasi, dokter-dokter terlatih dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan terbuka dari pasien, mampu memahami kondisi psikis, dan kemampuan memberikan nasehat-nasehat yang baik sangat dibutuhkan, sehingga akan tercipta komunikasi yang efektif. Yang mana akan mampu membantu pasien dalam mengurangi beban psikisnya(House cit Stark, 2002)
b.    Terapi Religi
Terapi ini sering digolongkan sebagai sebuah terapi psikis, namun sayangnya tidak semua dokter berkompeten mampu melakukannya, dan terapi ini biasanya hanya dapat dilakukan oleh seorang yang memang ahli dalam bidang spiritual. Terapi religi biasanya membantu pasien untuk lebih tenang dan memberi waktu pasien untuk memahami dirinya sendiri, sehingga menciptakan sebuah kesadaran dalam diri sendiri. Hal ini cenderung lebih efektif karena kesadaran tersebut muncul dari diri sang pasien sendiri.
Terapi ini dilakukan melalui sharing kepada ahli religi yang dipercaya oleh penderita, dan kemudian ahli religi tersebut memberi nasehat-nasehat untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, namun tak jarang juga terapi semacam ini dilakukan secara invidual tanpa seorang agamawan yang membimbing. Terapi semacam ini terkadang pada akhirnya juga membentuk sebuah karakteristik atau watak yang baru dari penderita.
c.    Terapi farmakologi
Beberapa jenis obat-obatan biasanya dapat digunakan untuk mengatasi dan mengurangi ansietas, dan masing-masing obat memiliki keuntungan dan kekurangan masing-masing. Penggunaan suatu zat dalam jangka waktu yang lama pun tidak akan membuahkan hasil yang baik untuk kesehatan fisik sang pasien sendiri. Obat-obatan yang paling sering digunakan dalam mengatasi ansietas adalah benzodiazepine(BDPs) (Fracchione, 2004). Adapun beberapa jenis obat yang lazim digunakan adalah :
    Diazepam
    Lorazepam
    Alprazolam
    Propanolol
    Amitriptilin

Penghentian suatu konsumsi zat tertentu juga dapat membantu mengurangi ansietas, biasanya penggunaan beberapa zat yang mengandung analgesik dan alkohol yang mana telah disinggung diatas tadi, bahwa konsumsi zat-zat tersebut sebenarnya merupakan sebuah pelarian dari gejala-gejala ansietas namun pada akhirnya pada situasi tertentu, penghentian zat-zat tersebut malah menjadi bagian yang penting untuk program manajemen ansietas. Karena ketergantungan terhadap zat-zat tersebut dapat memicu timbulnya ansietas yang lebih, meskipun pada awal penggunaannya terasa membantu meringankan gejala-gejala ansietas penderita

BAB III
RESUME KASUS


BAB IV
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Kecemasan atau ansietas adalah reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subjektif,yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya.
Kecemasan atau ansietas adalah istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir,gelisah yang tidak menentu,takut,tidak tenteram,kadang-kadang disertai berbagai keluhan fisik.
Beberapa teori membagi ansietas menjadi empat tingkat :
a.    Ansietas ringan
b.    Ansietas sedang
c.    Ansietas berat
d.    Panik
Rentang respon ansietas atau kecemasan berfluktuasi antara respon adaptif dan maladptif


DAFTAR PUSTAKA

    Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
    Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Aesculapius
    Stuart, G.W., dan Sundden, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta: EGC
    Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
    Videbeck, S.J. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
    Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandug: PT Refika Aditama

Trauma Abdomen

MAKALAH KEGAWAT DARURATAN
TRAUMA ABDOMEN

PROGRAM STUDI D3-KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL             ………………………………. i
DAFTAR ISI                     ………………………………. ii
KATA PENGANTAR             ………………………………. iii
BAB I P    ENDAHULUAN
    A.    Latar Belakang            ………………………………. 1
    B.    TujuanPenulisan            ………………………………. 1
BAB II ISI   
A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
1.    Pengertian           
2.    Etiologi               
3.    Manifestasi klinik           
4.    Patofisiologi           
5.    Patway               
6.    Teori ashan keperawatan       
7.    Pemeriksaan penunjang        
B.    KONSEP ASUHAN KEGAWAT DARURATAN
1.    Pengkajian primer            
2.    Pengkajian sekunder           
3.    Diagnosa keperawatan utama   
4.    Intervensi dan rasional               
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
    Kesimpulan                       
     Saran                                                        
DAFTAR PUSTAKA               




KATA PENGANTAR

Puji syukur atas Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah GADAR TRAUMA ABDOMEN tanpa halangan suatu apapun.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mohon maaf. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.





Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut.
Adapun yang disebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian pertolongan korban harus diklasifikasikan termasuk dalam kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal.
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaan. Selain trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan salah satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami penanganan kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat, cermat dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.
B.    TUJUAN
Mahasiswa mampu mempelajari asuhan kegawat daruratan dalam masalah trauma abdomen.
TUJUAN KHUSUS
1.    Mahasiswa memahami pengertian trauma abdomen
2.    Mahasiswa dapat memahami konsep dasar masalah trauma abdomen
3.    Mahasiswa dapat memahami konsep asuhan kegawatdaruratan

BAB II
ISI

A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
1.    Pengertian
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera. Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis.       
Trauma penetrasi dan Trauma non penetrasi
a.    Trauma penetrasi
•    Trauma Tembak
•    Trauma Tumpul
b.    Trauma non penetrasi
•    Kompresi
•    Hancur akibat kecelakaan
•    Sabuk pengaman
•    Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari kontusio dan laserasi.
a.    Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan massa darah dapat menyerupai tumor.
b.    Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen:
a.    Perforasi organ visarel intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
b.    Luka tusuk (trauma penetrasi) 
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
c.    Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma atau sayap kanan dan hati harus di eksplorasi.

2.    Etiologi
a.    Penyebab trauma penetrasi
•    Luka akibat terkena tembakan
Luka tembus akibat peluru dibedakan menjadi 2 yaitu “Low-Veloxity” dan “High-Veloxity”. Hampir seluruh luka tembus akibat peluru mengakibatkan kerusakan pada organ dalam perut.
•    Luka akibat tikaman benda tajam
•    Luka akibat tusukan
b.    Penyebab non-penetrasi
•    Terkena kompresi atau tekan dari luar tubuh
•    Hancur (tertabrak mobil)
•    Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut
•    Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olahraga

3.    Manifestasi Klinik
a.    Nyeri tekan di atas daerah abdomen
b.    Distensi abdomen
c.    Demam
d.    Anorexia
e.    Mual dan muntah
f.    Takikardi
g.    Peningkatan suhu tubuh
h.    Nyeri spontan
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat ruptur dibagian dalam abdomen:
a.    Terjadi perdarahan intra abdominal
b.    Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga terganggu fungsi usus tidak normal dan biasanya mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena)
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tidak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat luka robekan pada abdomen, luka tusuk sampai menembus abdomen. Biasanya organ yang terkena penetrasi mengalami perdarahan.
4.    Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan terjadi perdarahan intra abdominal yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai dengan penurunan sel darah merah yang akhirnya akan menyebabkan syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi yang menekan saraf perotonitis dan tanda-tanda peritonium akan cepat tampak. Tanda-tanda trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok berlanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis munkon belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan.
Perdarahan yang terjadi di intra abdomen akan mengakibatkan pasien mengalami muntah darah yang mengakibatkan kekurangan volume cairan pada tubuh pasien.

5.    Pathway
Trauma (Kecelakaan)


Penetrasi/Non Penetrasi


Terjadi Perforasi Lapisan Abdomen


Menekan Saraf Peritonitis


Perdarahan Intra Abdominal
       

Penurunan Sel Darah Merah        Nyeri   

                  Muntah Darah       
        Resiko Infeksi
               

                     Takikardi       


Kekurangan Volume Cairan   

6.    Teori Asuhan Keperawatan
a.    Kekurangan volume cairan b/d pengeluaran aktif
•    Pantau dan catat tanda-tanda vital setiap 2 jam atau sesering mungkin sesuai keperluan
R/ Untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
•    Berikan transfusi darah
R/ Untuk menggantikan darah yang keluar
•    Instruksikan kepada pasien untuk tidak duduk atau berdiri jika sirkulasi terganggu
R/ Untuk menghindari hipotensi
•    Kolaborasikan  dengan dokter pemberian cairan infus
R/ Untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan
b.    Nyeri akut b/d agen cidera fisik
•    Kaji karateristik nyeri
R/ Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
•    Berikan pada pasien posisi semi fowler
R/ Untuk mengurangi kontraksi abdomen
•    Anjurkan pada pasien untuk menggunakan teknik manajemen nyeri seperti distraksi
R/ Untuk membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
•    Kolaborasikan dengan dokter pemberian analgetik sesuai indikasi
R/ Untuk membantu mengurangi rasa nyeri
c.    Resiko Infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan tubuh
•    Kaji tanda-tanda infeksi
R/ Mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
•    Kaji keadaan luka
R/ Keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.
•    Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ Teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
•    Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ Antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
7.    Pemeriksaan Penunjang
a.    Trauma penetrasi
•    Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen supine (sambil tidur) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
•    IVP atau Urogram Excretory dan CT-Scanning
Dilakukan untuk mengetahui jenis cidera ginjal yang ada.
•    Uretrografi
Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
•    Sistografi
Ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya: fraktur pelvis, trauma non penetrasi
b.    Trauma non-penetrasi
•    Pengambilan contoh darah dan urine
Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, glukosa, amilase.
•    Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multi trauma, berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
•    Study kontras Urologi dan Gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur.
B.    KONSEP ASUHAN KEGAWATDARURATAN
Riko 25 tahun datang ke UGD diantar Winda 23 tahun dengan keluhan muntah darah, riko nampak memegangi perutnya sambil mengerang kesakitan, pada perut tampak lebam. GCS: E 3 V 3 M 5 Nadi 85x/m S: 36ÂșC R: 20x/m TD: 130/90 
1.    Pengkajian Primer (Primary Survey)
a.    PenangananAwal
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas
•    A (Airway/Jalannafas).
Untuk menilai  adanya gangguan jalan nafas (airway) maka kita gunakan metode “look, listen and feel”. Contoh ukuran penilaian:
Look : kita dapat melihat adanya pergerakan jalan nafas. 
Listen: kita mendengar adanya suara nafas tambahan yang mempunyai berbagai macam jenis, paling sering adalah snoring (ngorok) yg disebabkan oleh obstruksi mekanis seperti lidah yang jatuh ke hipfaring, gargling (suara kumur) yang disebabkan oleh cairan seperti darah atau sekret yang berlebihan, dan crowing (suara melengking saat inhalasi) karena adanya spasme laring.
Feel : maka kita akan merasakan adanya hembusan angin.
Bila salah satu dari hal tersebut kita temukan maka segeralah lakukan pembebasan jalan nafas. Pertama bersihkan mulut dengan tangan kita (finger swab), lalu lakukan triple airway manuver (ekstensi leher, head tilt dan chin lift). Berhati-hati pada pasien multiple trauma, jangan lakukan ekstensi leher tapi segera pasang collar neck.
•    B (Breathing, denganVentilasi Yang Adekuat)
Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respires korban (kecepatan,  ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
•    C(Circulation,denganKontrolPerdarahanHebat)
Di dalam kasus ini, klien muntah darah dan mengerang kesakitan memegangi perutnya, terdapat luka lebam di daerah abdomen, maka tindakan utama yang di lakukan adalah memberikan infuse RL tanpa klem untuk memperbaiki cairan yang keluar, dan menyeimbangkan cairan dalam tubuh.
2.    Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
a.    Pemeriksaan Fisik
•    Aktifitas/istirahat
Apakah terdapat perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
•    Sirkulasi
Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
•    Integritas ego
Perubahan tingkah laku/kepribadian (tenang atau dramatis).
•    Eliminasi
Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
•    Makanan dan cairan
Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan, atau mengalami distensi abdomen
•    Neurosensori
Apakah terjadi kehilangan kesadaran sementara, vertigo. Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
•    Nyeri dan kenyamanan
Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama, dengan menampakkan wajah meringis, gelisah, merintih.
•    Pernafasan
Perubahan pola nafas.
•    Keamanan
Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
b.    Pemeriksaan Laboratorium
•    Pemeriksaan darah rutin
Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³, empedu atau amylase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Misalnya serum amylase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pancreas atau perforasi usus halus. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi.
•    Pemeriksaan urin rutin
Bias menunjukkan ada tidaknya trauma pada saluran kemih bila di jumpai hematuri. Urin yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
c.    Pemeriksaan Penunjang
•    Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thoraks
•    Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroparineal dekat duodenum, corpus alineum, dan perubahan gambaran usus.

BAB III
PEMBAHASAN
A.    Pengkajian
Kendala yang didapatkan: pada resume kasus tidak didapatkan data mengenai jumlah darah yang dikeluarkan oleh klien, tidak dapat melakukan pengkajian untuk diagnose nyeri mengenai skala nyeri dan waktu saat dirasakan nyeri.
B.    Diagnosa
1.    Alasan mengangkat diagnose keperawatan?
Diagnosa yang diambil yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan aktif karena dari resume kasus didapatkan data klien mengeluh muntah darah.
2.    Alasan memprioritaskan diagnosa tersebut didukung dengan landasan teori.
Diagnose tersebut diprioritaskan pertama karena pada pengkajian ABCDE, pengkajian pada Circulation yaitu klien muntah darah dan mengerang kesakitan memegangi perutnya, terdapat luka lebam di daerah abdomen.
3.    Intervensi yang dipilih, alasan melakukan  intervensi tersebut.
Penanganan segera untuk diagnosa tersebut dengan memasang infuse RL, tanpa di klem, untuk menyeimbangkan kebutuhan cairan tubuh.













ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA Tn. RDENGAN TRAUMA ABDOMEN
DI UGD RS MUNTILAN

A.    IDENTITAS PASIEN
Namapasien            : Tn. R
Umur                : 25th
Agama                : Islam
Pekerjaan            : -
Jenis kelamin            : Laki-laki
Diagnosa medis            : Trauma Abdomen
Tanggal MRS            : 7 April 2013
Tanggal pengkajian        : 8 April 2013
Nama penanggung jawab    : Nn. W

B.    DATA FOKUS
1.    Keluhan utama:
Muntah darah, pasien nampak memegangi perutnya sambil mengerang kesakitan, pada perut tampak lebam.
a.    Airway: bebas, tidak ada secret, tidak ada obstruksi jalan nafas
b.    Breathing: RR 20x/m
c.    Circulation :
•    Kesadaran umum: Composmentis
•    TD : 130/90 mmHg, N : 80x/menit, S : 36 0C
•    Perdarahan: mulut, karena muntah darah
d.    Disability: pemeriksaan status neurologis (GCS) : E3 V3 M5, nyeri
e.    Eksposure: terdapat jejas (trauma tumpul) pada daerah abdomen
f.    Riwayat penyakit sekarang: nyeri pada abdomen
g.    Riwayat penyakit dahulu: tak terkaji

C.    PENGKAJIAN
1.    Blood    : muntah darah
2.    Breathing    : RR = 20x/menit
3.    Blader    : -
4.    Bowel    : -
5.    Bone    : -

D.    TERAPI MEDIS
1.    Infus RL: tanpa klem, pengganti cairan
2.    Injeksi:
•    Ranitidin 1 amp (IV), asam lambung (mencegah terjadinya mual-muntah)
•    Cefotaxime 1 gr/12jam/ IV, antibiotik
•    Keterolac 1 gr/12jam/IV, analgesik

Cedera Kepala

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
CEDERA KEPALA 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Trauma kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas. Di Inggris misalnya, setiaptahun sekitar 100.000 kunjungan pasien ke rumah sakit berkaitan dengan trauma kepala yang 20% di antaranya terpaksa memerlukan rawat inap. Meskipun dalam kenyataannya sebagian besar trauma kepala bersifat ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus, pada kelompok trauma kepala berat tidak jarang berakhir dengan kematian atau kecacatan. Di RS Panti Nugroho Pakem Yogyakarta insidensi cedera kepala di instalasi gawat darurat (IGD) dalam triwulan I tahun 2005 cukup tinggi yaitu menempati urutan ke 5 dari seluruh kunjungan ke IGD.

B.    TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu mempelajari asuhan kegawat daruratan dalam masalah cidera kepala.
TUJUAN KHUSUS
1.    Mahasiswa memahami pengertian cidera kepala
2.    Mahasiswa dapat memahami konsep dasar masalah cidera kepala.
3.    Mahasiswa dapat memahami konsep asuhan kegawatdaruratan










BAB II
ISI

A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
1.    Pengertian
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)
Cendera kepala merupakan salah satu  penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia  produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak.(Paula Kristanty,dkk 2009)
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (acceleasi – decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serata notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tingkat pencegahan. (Musliha, 2010)
2.    Etiologi
a.    Kecelakaan lalu lintas
b.    Kecelakaan kerja
c.    Trauma pada olah raga
d.    Kejatuhan benda
e.    Luka tembak
3.    Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) dan adanya peningkatan tekanan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.


4.    Patofisiologi
Akibat dari trauma/ cedera kepala akan mengakibatkan fragmentasi jaringan dan kontusio atau akan mengakibatkan cedera jaringan otak  sehingga menyebabkan sawar darah otak (SDO) rusak yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan TIK ( Tekanan Intra Kranial ), yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis ( penurunan PH dan peningkatan  PCO2) dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut. Siklus ini akan berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema.
















5.    Pathway
Trauma Kepala, Benturan, akselerasi, deselerasi

     Cedera primer / langsung             cedera skunder / tidak langsung
                                              
                Kerusakan saraf otak
                                                                 
                     Laserasi
                                                                          
                      ADO                                                
                                                      
Suplai nutrisi keotak                           

             As. Laktat                Perubahan metabolisme anaerob         produk ATP
          
Vasodilatasi cerebri                        Hipoxia                                Energi <             
                                       
   ADO                               Edema jaringan otak                             Fating

Penekanan pembuluh darah
dan jaringan cerebral                    Pe     TIK          Nyeri akut
                                                   -mual               Gg. Persepsi sensori
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif       - muntah
                                                                     Kerusakan memor
Gg. Pertukaran gas                 Nutrisi kurang

                        (buku ajar KMB, hal.274)





6.    Teori Asuhan Keperawatan
1.    Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d. penurunan pertukaran sel
Intervensi:
•    Kaji status neurologis setiap 1-2 jam sekali
R/ mengetahui adanya perubahan tingkat neurologis dan status neurologis
•    Ukur TTV tiap 1-2 jam sekali
R/ memantau TTV, penurunan tekanan perfusi jaringan, peningkatan TIK
•    Tinggikan bagian kepala pada tempat tidur klien 30°
R/ mencegah peningkatan tekanan intra srebral
•    Beri antiemetik atau pengisapan nasogastrik
R/ mencegah terjadinya mual-muntah, yang memungkinkan terjadinya peningkatan TIK dan aspirasi
2.    Ketidakefektifan pola nafas b.d. nyeri
Intervensi:
•    Kaji pernapasan klien (lebih kurang 4jam sekali)
R/ mendeteksi tanda-tanda awal gangguan
•    Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman untuk ekspansi dada
R/ memudahkan bernapas
•    Lakukan fisioterapi dada
R/ meningkatkan bersihan jalan napas
•    Berikan obat nyeri
R/ mengurangi nyeri
7.    Pemeriksaan Penunjang
a.    Pemeriksaan laboratorium (darah)
b.    X-Ray,
c.    foto tengkorak 3 posisi
d.    CT scan
e.    Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical
f.    Rontgen

B.    KONSEP ASUHAN KEGAWAT DARURATAN
Tiwi 19 th datang ke UGD RS muntilan di antar polisi. Menurut keterangan dari polisi bahwa tiwi habis kecelakaan menabrak mobil. Motronya tergilas mobil,tiwi terpental sejauh 3 meter, helm yang di pakai juga pecah. Hasil pemeriksaan di ketahui: tampak mengeluarkan darah dari telinga, mulut dan tangan serta pinggang. Terdengar suara gargling.GCS : 3 V: 2 M: 4. (sopor) TD 100/80 mmHg N: 85x/mnt S: 360C RR: 20x/mnt.





















ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA Nn. P DENGAN CIDERA KEPALA BERAT
DI UGD RS MUNTILAN


A.    IDENTITAS PASIEN
Nama pasien            : Nn.T
Umur                : 19 th
Agama                : islam
Pekerjaan            : -
Jenis kelamin            : perempuan
Diagnosa medis                   : CKS
Tanggal MRS            : 19 maret 2013
Tanggal pengkajian        : 20 maret 2013
Nama penanggung jawab    : Kepolisian

B.    DATA FOKUS
1.    keluhan utama :
Pasien kecelakaan lalu lintas, saat datang ke UGD pasien mengeluarkan darah dari telinga,mulut dan tangan serta pinggang.
a.    Airway : terdengar suara gargling ( suara abnormal pada pernafasan dengan karakteristik suara seperti berkumur)
b.     Breathing :
•    Inspeksi : RR=20x/menit, tampak mengeluarkan darah dari tellinga,mulut,dan tangan serta pinggang
•    Palpasi : stem fremitus paru kanan sama dengan paru kiri
•    Perkusi : suara paru resonan.
•    Auskultasi : bunyi nafas vesikuler (inspirasi>ekspirasi).
c.    Circulation :
•    Kesadaran umum : Somnolen
•    TD : 100/80 mmHg, N : 85x/menit, S : 36 0C
•    Perdarahan : telinga,mulut ,tangan serta pinggang
d.    Disability : pemeriksaan status neurologis (GCS) : E3 V2 M5
e.    Eksposure : tampak mengeluarkan darah dari tellinga,mulut,dan tangan serta pinggang
2.    Riwayat penyakit sekarang : cidera kepala sedang
3.    Riwayat penyakit dahulu : tak terkaji

C.    PENGKAJIAN
1.    Blood    : tidak dilakukan pemeriksaan darah (laboratorium)
2.    Breathing    : sesak, takipneu, RR = 20x/menit
3.    Blader    : -
4.    Bowel    : -
5.    Bone    : (-) tunggu hasil foto rontgen cervical dan thorak

D.    TERAPI MEDIS
1.    Oksigen : 4L/menit, pemenuhan kebutuhan O2
2.    Infus RL : 16 tpm/menit, pengganti cairan
3.    Injeksi :
•    Piracetam 3 gr (IV), untuk infark serebral
•    Brainact 1 amp (IV), membantu memulihkan kerja otak (pascatrauma)
•    Dexametason 1 amp (IV), anti inflamasi dan anti alergi
•    Ranitidin 1 amp (IV), asam lambung (mencegah terjadinya mual-muntah)
4.    obat oral :
•    amoxicillin 3x500mg, antibiotik







E.    ANALISA DATA

No    Tanggal dan jam pengkajian    Data Subyektif    Data Obyektif
        - menurut keterangan penolong klien mengalami kecelakaan lalu lintas
- penolong mengatakan jika klien terpental sejauh 3 meter    1. keluar darah dari telinga, mulut, tangan, pinggang
2. suara gargling
3. TD 100/80 mmHg
4. N 85x/menit
5. S 36°C
6. RR 20x/menit
7. GCS : E3 V2 M4
8. kesadaran: somnolen

F.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

No    Tanggal/ jam    Symtoms
(DO-DS)    Etiologi    Problem    Diagnosa
1.        DS:
•    menurut keterangan penolong klien mengalami kecelakaan lalu lintas
•    penolong mengatakan jika klien terpental sejauh 3 meter

DO:
•    GCS : E3 V2 M4
•    kesadaran: somnolen
•    TD 100/80mmHg
•    N 85x/menit
•    S 36°C
•    RR 20x/menit    Penurunan pertukaran sel    Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral    Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d. penurunan pertukaran sel
2.        DS:    
•    menurut keterangan penolong klien mengalami kecelakaan lalu lintas
•    penolong mengatakan jika klien terpental sejauh 3 meter
DO:
•    suara gargling
•    TD 100/80mmHg
•    N 85x/menit
•    S 36°C
•    RR20x/menit    Nyeri    Ketidakefektifan pola napas    Ketidakefektifan pola napas b.d. nyeri





G.    RENCANA KEPERAWATAN

No    Tanggal/ jam    Diagnosa    Tujuan dan Kriteria hasil (NOC)    Intervensi
(NIC)    Rasional
1.        Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d. penurunan pertukaran sel    Setelah dilakukan tindakan selama 1x24jam, masalah Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dapat teratasi, dengan kriteria hasil:
•    Tingkat kesadaran klien menunjukan kemajuan (composmentis)
•    TTV dalam rentang normal    •    Kaji status neurologis setiap 1-2 jam sekali


•    Ukur TTV tiap 1-2 jam sekali




•    Tinggikan bagian kepala pada tempat tidur klien 30°
•    Beri antiemetik atau pengisapan nasogastrik    mengetahui adanya perubahan tingkat neurologis dan status neurologis
memantau TTV, penurunan tekanan perfusi jaringan, peningkatan TIK

mencegah peningkatan tekanan intra srebral
mencegah terjadinya mual-muntah, yang memungkinkan terjadinya peningkatan TIK dan aspirasi
2.        Ketidakefektifan pola nafas b.d. nyeri
    Setelah dilakukan tindakan selama 1x24jam, masalah ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi, dengan kriteria hasil:
•    klien bernapas secara efektif
•    frekuensi napas dalam rentang normal
•    TTV dalam rentang normal    •    Kaji pernapasan klien
•    Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman untuk ekspansi dada
•    Lakukan fisioterapi dada

•    Berikan obat nyeri

    mendeteksi tanda-tanda awal gangguan

memudahkan bernapas



meningkatkan bersihan jalan napas

mengurangi nyeri


H.    IMPLEMENTASI

No    Tanggal/ jam    Diagnosa    Implementasi    Respon
(DS- DO)    Paraf
1.        1, 2    Mengkaji kondisi klien dan mengukur TTV    DS:
menurut keterangan penolong klien mengalami kecelakaan lalu lintas
penolong mengatakan jika klien terpental sejauh 3 meter
DO:
keluar darah dari telinga, mulut, tangan, pinggang
suara gargling
TD 100/80 mmHg
N 85x/menit
S 36°C
RR 20x/menit
GCS : E3 V2 M4
kesadaran: somnolen   
        1, 2    Memasang infus RL 20tpm    DS:
DO:
Melalui IV   
        2    Mengkaji status pernapasan klien    DS:
DO:
RR 20x/menit   
        1, 2    Membantu memposisikan tidur klien semi fowler    DS:
DO:
TD 100/80 mmHg
N 85x/menit
S 36°C
RR 20x/menit
GCS : E3 V2 M4
kesadaran: somnolen   
        2    Memasang O2 4liter    DS:
DO:
Klien tampak gelisah   
        1, 2    Memberikan terapi:
Piracetam 3 gr
Brainact 1 amp
Dexametason 1 amp
Ranitidin 1 amp     DS:
DO:
Obat masuk via IV, obat masuk dengan baik   

I.    EVALUASI
J.   
No    Tanggal/ jam    Diagnosa     Respon
(SOAP)    Paraf
        Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d. penurunan pertukaran sel    S:
menurut keterangan penolong klien mengalami kecelakaan lalu lintas
penolong mengatakan jika klien terpental sejauh 3 meter
O:
keluar darah dari telinga, mulut, tangan, pinggang
suara gargling
TD 100/80 mmHg
N 85x/menit
S 36°C
RR 20x/menit
GCS : E3 V2 M4
kesadaran: somnolen
A: Masalah Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi   

BAB III
PEMBAHASAN

A.    pengkajian kendala selama melakukan pemahaman terhadap kasus, termasuk data yang perlu di tambahkan untuk mendukung diagnosa keperawatan utama.
1.    Gejala Cidera Kepala
a.    Nyeri kepala
b.    Kesadaran menurun
c.    Bingung
d.    Mengantuk
e.    Menarik diri
f.    Berpikir lambat
g.    Kejang
h.    Udem pupil,    (Buku ajar KMB, hal.283)

B.    Diagnosa
•    Alasan mengangkat diangnosa keperawatan
1.    Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d. penurunan pertukaran sel
Karena menurut data yang di dapat klien mengalami penurunan kesadaran dan dari pemeriksaan di dapatkan: DO:
TD 100/80 mmHg
N 85x/menit
S 36°C
RR 20x/menit
GCS : E3 V2 M4
kesadaran: somnolen

2.    Ketidakefektifan pola nafas b.d. nyeri
Karena menurut DO yang bermasalah ada dalam pola pernafasan yang abnormal yaitu RR : 20x/mnt.
•    Alasan pemrioritaskan diagnosa keperawatan
Diagnosa prioritas pertama yang kami angkat adalah Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d. penurunan pertukaran sel, karena kesadaran klien masih belum stabil jadi harus di kaji terlebih dahulu, yang diperkuat dengan DS dan DO sbb:
DS:
menurut keterangan penolong klien mengalami kecelakaan lalu lintas
penolong mengatakan jika klien terpental sejauh 3 meter
DO:
keluar darah dari telinga, mulut, tangan, pinggang
suara gargling
TD 100/80 mmHg
N 85x/menit
S 36°C
RR 20x/menit
GCS : E3 V2 M4
kesadaran: somnolen

•    Intervensi
1.    Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d. penurunan pertukaran sel
Intervensi:
•    Kaji status neurologis setiap 1-2 jam sekali
R/ mengetahui adanya perubahan tingkat neurologis dan status neurologis
•    Ukur TTV tiap 1-2 jam sekali
R/ memantau TTV, penurunan tekanan perfusi jaringan, peningkatan TIK
•    Tinggikan bagian kepala pada tempat tidur klien 30°
R/ mencegah peningkatan tekanan intra srebral
•    Beri antiemetik atau pengisapan nasogastrik
R/ mencegah terjadinya mual-muntah, yang memungkinkan terjadinya peningkatan TIK dan aspirasi
2.    Ketidakefektifan pola nafas b.d. nyeri
Intervensi:
•    Kaji pernapasan klien (lebih kurang 4jam sekali)
R/ mendeteksi tanda-tanda awal gangguan
•    Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman untuk ekspansi dada
R/ memudahkan bernapas
•    Lakukan fisioterapi dada
R/ meningkatkan bersihan jalan napas
•    Berikan obat nyeri
R/ mengurangi nyeri



















BAB IV
PENUTUP
A.    Simpulan
Dalam  konsep dasar penyakit cidera kepala  dapat di simpulkan pengertian cidera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)
Konsep kegawat daruratan diagnosa utamanya menurut prioritas utama masalahnya adalah
1.    Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d. penurunan pertukaran sel
2.    Ketidakefektifan pola nafas b.d. nyeri
B . Saran
Penulis sadar Asuhan Keperawatan yang di buat oleh penulis memiliki banyak kekurangan. Sehingga penulis berharap kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan Asuhan Keperawatan selanjutnya.
   













Daftar Pustaka

Jong at al, 1977, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.
Joanne et al, Nursinbg Intervention Calsification, Mosby, USA
Swearingen. 2001. keperawatn Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Nanda. 2004. Nursing Diagnosis A Guide to Planning Care
Musliha,2010.keperawatan gawat darurat nuha medika, yogyakarta.
Paula kristanti 2009,asuhan keperawatan gawat darurat,jakarta trans info media.
Taylor, M.Cynthia dan Sheila Sparks Ralph, 2011, Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan,EGC: Jakarta.
www.Us.Elsevierhealth.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah